Paralayang dan Secangkir Kopi Hitam




Siang ini cerah, bertepatan dengan ramalan cuaca kemarin malam. Tidak, bukan aku senang melihat acara seperti itu. Hanya saja malam tadi kebiasaan lamaku terulang. Begadang. Bahkan dari siang kemarin aku tak tidur sama sekali.

Siang ini cerah memang, tapi kepalaku terasa berat. Tentu saja, jadwal tidurku benar-benar kacau.

Drrrt Drrr

Ponselku berbunyi. Ku raih, lalu mengangkat telpon seseorang.

"Udah siap belum? Aku jemput sekarang?"

"Bentar lagi ya"

"Hadeh. Yaudah aku tunggu"

"Loh udah siap?"

"Siap kapan aja aku mah"

Telpon itu berhenti setelah beberapa percakapan terlontar lagi. Dia, teman laki-laki ku. Kami memiliki beberapa jadwal kelas yang sama. Dan kali ini kami akan pergi bersama. Mungkin itu sebabnya aku tak bisa tidur.

Bukan, bukan karna aku suka padanya. Jika itu yang kau pikirkan. Hanya saja, beberapa orang seringkali salah paham dengan sikapnya padaku. Omong-omong, mereka harus tau bahwa dia baik pada semua perempuan.

Hampir dua jam aku jalani dengan banyak melamun. Entahlah, beberapa hari belakangan semangatku seperti menurun. Mungkin kelelahan

Kini aku sedang duduk di jok belakang motor besar miliknya. Bahkan aku baru sadar tempat yang kami tuju hampir sampai.

"Kenapa? Diem banget"

"Ngantuk"

"Begadang lagi ya?"

Aku hanya bergumam kecil. Lalu tiba-tiba saja dia menggoyang-goyangkan motornya. Ku pukul lengannya cepat.

"Apaan si?"

"Katanya ngantuk"

Aku tertawa. Dia tau benar bagaimana cara membuatku lebih baik. Terlepas sadar atau tidaknya dia. Yang pasti 'kantuk' ku hilang.

Kami sampai ditujuan kami. Bukit paralayang. Tempat berpuluh paralayang menerbangkan orang-orang yang bertaruh nyawa. Tenang, kami tidak datang untuk melakukannya juga. Tujuan kami sebenarnya ialah kedai kopi di sudut tebing. Percayalah, pertama kali dia membawaku kemari aku bahkan sangat takut menginjakkan kakiku disana. Bisa saja kan sewaktu-waktu tebing itu runtuh? Tapi bukan dia namanya jika tak membuatku yakin dan merasa aman.

Kami diam untuk beberapa saat. Sampai pesanan kami sampai. Dia membuka obrolan dengan sesekali menyeruput kopi hitamnya. Hey! ini siang hari dan dia masih meminum kopi yang panas itu? Oke terlepas dari udara disini yang tak sampai menyentuh suhu normal.

Obrolan mengalir santai sesekali dia melempar humor yang basi itu. Tapi, sekali lagi dia berbeda. Seperti punya daya tarik pada sudut bibirku untuk terus tertawa lebar.

"Gimana udah liat dia kan?"

Seketika tawaku lenyap tak tersisa. Aku lupa, dia juga punya cara ampuh untuk membuatku mengingat lagi tentang seseorang itu.

"Maaf. Tapi kamu tau kan kenapa aku bawa kamu kesini?"

"Iya"

Aku mengalihkan pandangku ke arah sekumpulan paralayang yang akan terbang itu. Dan dari sini dengan kacamata minusku aku dapat melihat seseorang yang dia maksud. Seseorang yang mempunyai wajah sangat mirip dengannya. Dan itu kau. Dengan tawa lebarmu kau bersiap mempertaruhkan nyawamu.

"Dia selalu keras kepala" Aku bergumam lirih

"Ya. Sekalipun kamu yang menasehatinya"

Aku mengambil tas selempangku di meja. Dia mengikutiku. Sangat tau bahwa ini sudah cukup. Lalu secara tiba-tiba dia menghentikan langkahku dan menyodorkan jaketnya.

"Cepet pake. Lain kali jangan lupa bawa jaket. Siang-siang gini udara juga dingin disini."

Aku tersenyum sambil menatap punggungnya yang berjalan didepanku. Dia tetap sama. Tetap menjadi laki-laki yang tiga tahun belakangan menjagaku. Menjagaku saat aku mengawasimu.

Kalian terlahir sama. Bahkan sangat mirip jika saja dia tak memiliki lesung pipit yang membuatnya makin manis dengan senyumnya. Tapi, kenapa rasaku pada kalian berbeda?

Tuhan, bolehkan aku meminta seseorang di hadapanku saja yang aku sukai?

Dan untukmu, bisakah kau lepaskan hatiku yang kau genggam tanpa sadar?

Lepaskan seperti saat kau terbang dengan paralayangmu. Lepaskan saat itu. Bahkan aku rela jika saja akan hancur. Jadi mohon lepaskan.

Aku mohon.

Komentar

Postingan Populer