Cerita Hujan: Tentang Segala Rasa yang Menumpuk
Dibawah atap pendek ini
Aku mendengar riak air
Dari lubang lubang kecil ini
Aku menatap tetes hujan
Banyak yang terpendam
Termasuk segala macam risau
Menumpuk menghimpit lara yang seakan tiada habis
Berbulan berlalu
Bagai elang melintang
Terlalu cepat, hingga aku lupa cara menapak
Lupa cara berjalan tegak
Bahkan aku lupa bagaimana senandung burung setiap pagi
Lupa bagaimana sayup angin mendesir kala malam
Aku terlalu sibuk,
Sibuk meratapi hujan setiap musim
Menghitung air yang menetes membuat cengkungan dalam
Aku suka hujan, tentu
Kapan lagi saat yang tepat untuk merindu padamu?
Kapan lagi dapat berhayal ria tentang masa depan nanti
Hujan ini membawa rindu mendalam
Membawa sesak yang berkepanjangan
Aku ingin lari, menembus tirai-tirai
Tapi bagaimana bisa bila kakiku saja tetap berpaku?
Bagaimana bisa bila tubuhku saja enggan beranjak?
Bagaimana bisa bila hatiku saja tak tergoyah?
Berharap suatu saat nanti kau membawaku melintas hujan
Serta membawa kembali setiap kenangan
Sejenak hujan mereda
Diikuti kesadaranku
Lalu kembali terhenyak kala tak tau kemana arah berjalan
Rasanya penat, setiap saat terbayang
Terbayang akan kenangan bersama hujan
Hey! Jika sudah mengenai hujan itu artinya bersama mu pula kan?
Ingat saja saat dulu kau menampung air di telapak kecilmu
Lalu kau cipratkan padaku
Dan kau pikir aku lupa setelahnya?
Tapi bahkan tetap terasa berbeda sekarang
Aku ingat, hari itu
Aku kembali termenung menatap hujan
Lalu terkejut mendengar petir
Dan apa yang lebih mengejutkan lagi?
Kau melintas dengan senyummu
Bagaimana bisa Tuhan mengirimkan kau disaat itu?
Hujan itu membawa banyak cerita
Termasuk tentang kau
Kau semua tau?
Aku pernah membenci hujan
Membenci saat harus mengikhlaskan karna hujan
Lalu aku bertanya, mengapa aku seegois itu?
Tak terasa dibawah lamunanku
Kaki ini bergerak menuju suatu tempat
Tempat dimana harusnya semua berakhir dengan damai
Harusnya tiada sesal yang menyertai perpisahan ini
Dan harusnya pula aku tak berusaha mengorek
Membuat luka lama terasa berdenyut
Sama halnya saat sisa hujan membasahi pelataran ini
Hatiku kembali terenyuh
Lalu mengepal tangan mencari kekuatan
Sesaat ragu menimbang
Lalu kaki melangkah mundur
Kurasa cukup dan ini saatnya mengakhirinya
Aku sudah berucap,
Bukankah harusnya aku menepatinya?
~Ash
Komentar
Posting Komentar