Tugas: Cerpen Kewirausahaan

Hai hai!! Hehe lama gak muncul post apapun nih..
Kali ini aku bawa cerpen hehe tapi dari judulnya ada kata 'Tugas' karna emang sebenernya ini tugas dari guru b.indo dan pengen aku share disini hehe.. Kalo mau copas jangan lupa sertain pencipta ya!! Btw, ini masih fresh maap kalo ada typo 😂



                     ▪Tak Ternilai▪

Suasana malam ini semakin mencekam. Hilangnya bintang dan sembunyinya rembulanpun seakan mendukung jeritan nyaring malam ini. Aku hanya terduduk diam, terpaku menatap nyala api yang berkobar-kobar. Aku bahkan terlalu linglung untuk menyelamatkan sisa barang yang ada seperti layaknya orang-orang di sekitarku. Disela diamku, aku hanya berdoa agar aku cepat terbangun dari mimpi buruk ini. Tapi apa yang terjadi? Api sialan itu justru semakin ganas melahap habis ruko-ruko di hadapanku. Ini nyata! Dan aku sendiri menyaksikannya!

"Hhh...hh.. Rin! Bangun, Rin! Jangan diam saja! Tak lihatkah kau api sudah menjalar-jalar! Selamatkanlah barang apa saja yang bisa kau bawa!" Seorang wanita bertubuh gempal menggoyang-goyangkan bahuku secara brutal. Bagaimanapun, semua orang akan panik jika berada disituasi seperti ini. Aku saja yang terlalu payah, karena rasanya lututku terus bergetar hebat. Kakiku terasa goyah jika aku bediri tegak.

"Sudahlah, Mak Ndari. Rasanya percuma saja, toh ruko Rinta sudah termakan habis. Rinta saja tak kuat berdiri tegak" Mak Ndari ini salah satu pemilik ruko di wilayah ini, yang tentu saja juga menjadi korban si jago merah. Ia pemilik salah satu rumah makan Padang tempat favoritku juga. Dia bukan orang Padang memang, hanya saja suaminya orang asli Padang yang tentu saja sangat mahir memasak rendang.

Mak Ndari hanya berucap samar lalu bergegas melanjutkan menyelamatkan barang dagangannya. Rukonya terletak di ujung blok sehingga masih ada harapan untuk menyelamatkan barang yang ada di rukonya. Tapi lihatlah rukoku bahkan sudah tak nampak lagi. Api sialan itu terbit dari balik ruko sebelah rukoku, tentu saja ruko milikku hangus dengan cepat. Beruntung saja aku segera bangun saat mendengar suara bising tengah malam ini.

"Mbak mbak.. Bagaimana ini? Jangan diam saja!" Ku toleh pandangku ke arah kanan. Beberapa langkah dariku terlihat remaja lelaki dengan wajah merahnya menatapku dengan panik. Dia Rino, adikku satu-satunya sekaligus satu-satunya keluarga yang aku punya. Kami hanya berdua di dunia ini, emak dan abah meninggal dalam kecelakaan beberapa tahun lalu sehingga kini akulah yang menjadi tulang punggung bagi diriku sendiri dan adikku ini. Rino-lah yang membuatku merasa gentar sedari tadi. Ia masih di bangku kelas 3 SMA dan lihatlah yang terjadi sekarang? Bisnis kecil-kecilan yang menjadi penopang kita telah hancur, habis semua daganganku. Aku dengan dibantu Rino membuka usaha kecil di ruko milik abah dulu, kami membuka toko pakaian dan aksesoris wanita karna memang daerah ruko itu adalah daerah mahasiswa sehingga bisnis kecil kami dapat berkembang pesat. Toko itu satu-satunya sandaran kami untuk melanjutkan hidup. Dan sekarang semua itu telah hancur, dagangan kami ludes terbakar. Bagaimana nasib kami nanti? Terlebih lagi dalam waktu dekat Rino harus melanjutkan pendidikannya ke ranah universitas.
"Mbak sudah ayo kita menepi aja dulu, biarlah urusan toko kita urus nanti aja" Rino memapahku untuk berdiri.
"Kita akan kemana Rino? Bukannya ruko itu satu-satunya tempat tinggal kita? Rumah kita dulu-pun sudah kita korbankan untuk ruko dan bisnis ini, No"
"Sudah-sudah mbak kita ke balai desa  aja. Kata Koko, pemilik-pemilik ruko diminta ke sana"
Aku menurut saja saat Rino membawaku ke balai desa. Rupanya disana telah banyak warga berkumpul walau banyak diantaranya bukanlah pemilik ruko di blok yang sama denganku. Tapi wajar saja lantaran daerah kami memang dekat universitas ternama sehingga ramai oleh mahasiswa. Padahal waktu masih menunjukan pukul tiga dini hari, tapi warga disini dan banyak pula mahasiswa berkumpul disini untuk membantu kami. Aku berucap syukur dalam hati.
"Mbak Rinta!" Seseorang menepuk bahu kiriku.
"Eh Sasi. Kok disini?" Aku berusaha mengulas senyum padanya.
"Iya nih mbak kebetulan tadi temen kost bangunin suruh ikut bantu-bantu hehe" Dia ini memang salah satu mahasiswa yang juga membantuku menjaga toko.
"Ooh gitu"
"Eh iya mbak, aku ikut prihatin ya mbak. Aku bener-bener kaget tadi mbak!"
"Iya Sas, mbak juga masih nggak  nyangka. Untung tadi kebangun. Eh iya nggak ada korban kan?"
"Alhamdulillah engga mbak. Untung aja nggak semua tinggal di ruko-ruko mbak"
"Mohon perhatiannya semua" sebuah suara menginterupsi kami. Rupanya itu suara koko, Ia seorang cina pemilik toko kelontongan di ujung blok.
"Langsung saja ya. Jadi untuk semua para korban termasuk saya pula, kita harus sabar menghadapi cobaan ini. Jangan terus berlarut-larut mari kita pikirkan saja kedepannya. Baik semua, tadi setelah dikonfirmasi ternyata api berasal dari pabrik kerupuk teri di belakang blok kita, maka dari itu pemilik pabrik yang akan bertanggung jawab untuk membangun ruko kembali serta memberikan uang untuk biaya usaha. Beliau akan datang esok pagi untuk bertemu korban dan melihat ke-6 ruko blok B yang terbakar habis. Kemudan untuk sementara bagi korban yang tidak memiliki tempat tinggal dapat tinggal di puskesmas yang ada di balai desa. Terimakasih." Suasana kembali ricuh saat banyak orang yang menyalahkan pabrik itu. Aku hanya diam saja sembari menghampiri beberapa pemilik ruko yang bernasib sama sepertiku.
"Eh mbak! Mbak Rinta!" Ah ya aku lupa dengan Sasi.
"Ada apa Sas? Mbak lelah sekali ingin istirahat sebentar di puskesmas."
"Gimana kalo mbak di kost-an ku aja? Kalo di puskesmas takutnya enggak muat mbak lagian tadi aku lihat keluarga koko sudah disana dulu."
"Apa nggak ngerepotin Sas?"
"Mbak kayak sama siapa aja deh hehe"
"Yasudah Sas mbak ikut kamu."
Sesampainya di kost-an Sasi aku langsung jatuh tertidur. Rasanya letih sekali.

▪▪▪▪▪▪

Keesokan pagi sekitar pukul 9 aku baru tertidur karena Sasi membangunkanku. Lebih tepatnya Rino yang menyuruh Sasi membangunkanku. Aku baru teringat bahwa semalam aku melupakan Rino.
"Ada apa Rin?" Kini aku dan Rino sudah duduk di ruang tamu kost Sasi. Sasi sendiri sudah pergi untuk kuliah setelah membangunkanku.
"Pemilik pabrik akan datang jam 10 nanti, makanya aku datang menjemput mbak."
"Yasudah ayok ke balai desa! Eh iya tadi kamu tidur dimana? Mbak enggak lihat kamu"
"Tadi Rino bantu angkatin barang-barang mbak jadi belum sempat tidur lagi."
"Oalah pantas aja."
"Yasudah ayok mbak kita sudah ditunggu!"
Sesampainya di balai desa aku segera menemui korban lain dan si pemilik pabrik. Kami membahas banyak hal tentang proses pembangunan dan uang ganti rugi. Jujur aku sangat terkesan dengan pemilik pabrik itu, walau Ia sendiri mengalami kerugian tapi Ia juga mau bertanggung jawab pada kami. Terlebih lagi ternyata Ia masih muda, hanya beberapa tahun diatasku.
"Hai mbak Rinta ya?" Baru saja aku memikirkan orang itu, Ia sudah berada di dwpanku.
"Eh iya pak saya Rinta. Ada apa ya pak?"
"Tidak apa-apa, saya hanya ingin menyampaikan maaf secara langsung pada mbak Rinta"
"Sepertinya saya lebih muda dari bapak deh jadi mending tidak usah pakai mbak"
"Oke baik Rinta. Kamu juga boleh panggil saya hanya dengan nama saja, Satya."
"Oh oke Satya." Aku tersenyum canggung lantaran belum terbiasa dengan panggilan itu.
"Bagaimana menurutmu Rin tentang rencana pembangunan ruko? Kamu lebih setuju dibangun baru atau sama seperti model lama?"
"Kalo menurut saya mending model baru saja Sat, soalnya kalo model lama terkesan bagaimana gitu hehe... Tapi saya juga ngikut yang lain saja lah."
"Yang lain juga setuju model baru kok Rin. Ohiya beberapa pekerja sudah mulai membuat kembali ruko-ruko, mari ikut berkeliling!"
"Mari hehe"
Sepanjang berkeliling kami berbagi banyak cerita terutama tetang bisnis. Aku makin merasa terkesan dengannya, pola pikir dia sungguh berbeda dari kebanyakan orang. Pembawaannya pun mengasikkan membuat siapa saja mudah akrab dengannya.

▪▪▪▪▪▪

Beberapa bulan berlalu dengan cepat. Ruko-ruko yang dulu hampir tak berbentuk sudah berdiri kokoh kembali bahkan kini terlihat lebih elegan. Blok baru kami baru diresmikan sekitar 2 minggu lalu dengan acara sederhana namun berlimpah rasa syukur. Kami menangis haru saat Satya memotong pita sebagai simbol awal yang baru. Kami memang memulai semua dari awal tapi rasanya tetap bahagia melihat ruko kami kembali. Walau selama beberapa bulan proses pembangunan kami sudah memulai usaha kami di pabrik milik Satya. Sedangkan aku sendiri diajarkan bisnis online olehnya. Dia sungguh banyak membantu kami dalam banyak hal.

"Rin!" Sebuah suara membuyarkan lamunanku sampai tanpa sengaja menyenggol sebuah rak disampingku.
"Aduh..duh.." Aku segera menahan agar rak tidak terjatuh dan mengambil beberapa barang yang terjatuh.
"Eh ati-ati Rin"
"Hehe iya Sat abis kaget tadi. Omong-omong ada apa? Tumbenan siang gini ake ruko?"
"Eh ini mau nyamperin Rino. Dia butuh bantuan tentang manajemen buat ospek katanya."
Omong-omong tentang Rino, dia memang sudah lulus sekitar 3 bulan setelah musibah kebakaran dan Ia juga diterima beasiswa di universitas dekat ruko kami. Dan itu juga berkat bantuan Satya juga.
"Eh Bang Satya sudah datang. Mari bang duduk sini!" Roni yang baru saja datang dari arah lantai atas langsung mempersilakan Satya untuk duduk di sofa dekat meja kerjaku. Satya mendekat dan mereka mulai membahas tentang tugas ospek Roni.

Pintu ruko terbuka tiba-tiba hingga aku bergegas menuju meja kasir. Dua orang pegawai ruko ini mulai melayani pelanggan yang datang.
"Permisi, bisa bertemu dengan pemilik toko ini?" Dua gadis remaja yang baru saja datang bertanya pada salah satu karyawan. Aku mendekat sesaat setelah mendengar pertanyaannya.
"Saya pemilik toko ini dek, ada yang bisa saya bantu?" Mereka menoleh ke arahku lalu tersenyum.
"Hai, kak! Saya ini yang kemaren pesan baju untuk pentas seni ituloh" Ucap salah satu gadia dengan mimik ceria.
"Oh iya yang kemaren tanya lewat online ya dek? Mari ikut kakak sekalian cek pesanannya."
 Tiba-tiba rasa haru menyergapku. Tak terasa kini bisnisku dapat berjalan lancar bahkan jauh lebih berkembang. Terlebih lagi berkat bantuan teknologi, banyak orang diluar sana yang dapat melihat barang daganganku tanpa datang langsung ke ruko. Betapa Tuhan sangat adil memberikan berkah atas segala musibah yang ada. Aku sungguh bersyukur pada-Nya telah memberikan segala yang aku punya saat ini. Walau dengan segala pengorbanan namun itu semua akan setimpal dengan apa yang kita dapat kemudian yaitu pembelajaran yang tak ternilai harganya.


▪SEKIAN▪TAMAT▪
©® 12 September 2016 karya Aisyah Miftachul Rochmah



Komentar

Postingan Populer