Biru dan Senja


Huh, capek ya! 

Ngeluh terus ini, Ja. Kali-kali bersyukur kek, udah dikasih kaki yang mampu jalan 3 km di tengah panasnya matahari. Kurang kuat apa lu, Ja!

Gara-gara Biru nih, emang dasar tukang ngaret!

Kan! Malah nyalahin orang lu, Ja. Udah tau salah sendiri berharap ke Biru si tukang molor yang pasti bakal telat, nggak ada yang lain lagi!

Bentar, bentar.

Ini diriku lagi bertarung sama diriku yang lain yak? Udah berasa kayak di film-film yang ada peri putih sama jin merah hihihi.

Ohya, kenalin aku Senja. Aku seorang mahasiswa semester tua yang lagi sibuk-sibuknya ngurus skripsi. Niatnya hari ini jadwal aku ke salah satu yayasan sosial terkenal di Ibu kota buat cari beberapa informasi disana, ya buat skripsi yang nggak bisa gerak tapi bikin kesel setengah mati. Hemm, sebenernya yang bikin kesel dospem si yang main coret-coret karyaku setelah tujuh hari tujuh malem begadang. Eh, nggak boleh ghibah!!

Jadi nih, hari ini harusnya Biru si Tukang Molor anterin aku ke yayasan. Aku udah peringatin dia berkali-kali dari tiga hari lalu. Ya, jawabnya cuma, "udah si bawel banget, gua nggak bakal lupa"

Hilih! Liat sekarang siapa yang bikin aku harus jalan 3km gara-gara dia lupa!

Malu banget nyampe kantornya dalam keadaan kusut karna keringatan. Awas aja lu, Bi! Gua iket sekalian lu di kasur!

Aku sama Biru ini ya udah kaya langit dan bumi yang amat sangat jauh. Dia si tukang ngaret, Aku orang yang paling on time sepanjang masa. Dia si tukang molor, Aku setiap malam harinya tidur 5 jam tanpa kurang atau lebih. Dia si tukang serba pelupa, Aku si tukang yang inget bahkan setiap detail yang ada di meja, rumah, atau kantor. Pokoknya beda banget deh!

Satu doang yang bikin aku betah temenan sama dia, dia suka ngabisin makananku kalau aku nggak abis makan. Persis lah, kaya penampungan.

AIAIA NBNKHKJIUWOUOW

Aduh! Ponselku bunyi! Beberapa orang di sekitarku menatap aku aneh, aku cuma bisa meringis. Kalian tau kan ponsel mainan jaman dulu TK?yang bunyinya aneh yang sampe sekarangpun aku dengernya, "aiaia budi lagi apa?"

Aneh banget kan aku pake nada dering itu? Itu nada dering yang Biru pasang sendiri khusus untuk panggilan dia di ponselku. Makanya aku nggak pernah suka dia telpon tiba-tiba gini. Tambah bikin kesel aja itu anak!


"Halo, Ja!" Sapanya pada detik pertama aku mengangkat telponnya. Aku mau diem aja, males aku ngomong ke dia, pengin aku maki-maki aja langsung.

"Ja, kok diem aja? Udah sampe ke yayasan belum? Sorry nih aku baru bangun. Nggak papa kan Ja?"
Idih sok-sokan pake aku aku. Dia gitu tuh kalau udah salah baru manis. Manis kayak gula sintetis, palsu!

"Ya, udah. Mau wawancara dulu bye!" Aku langsung menutup sambungan telpon tanpa menunggu jawabannya. Aku pun menonaktifkan data ponsel agar Biru tidak bisa telpon lagi. Ribet dia mah!


fyuh...

Akhirnya setelah kurang lebih 2 jam mewawancari ketua yayasan untuk memperoleh beberapa informasi aku memutuskan untuk keluar dan mencari rumah makan terdekat. Cape euy! Udah jalan jauh belum makan daritadi.

Karena keterbatasan tenaga dan uang tentu saja aku memilih untuk makan dirumah makan sederhana. Eh, dia aja mahal kok untuk mahasiswa rantauan macam aku. Biasanya di warteg duit sepuluh ribu aja udah puas. Seperti biasa, aku beli nasi rendang plus es teh. Nggak ada menu lain bagiku di rumah makan sederhana, menu wajib ya itu. Untuk urusan minum justru aku memberlakukannya di semua tempat makan, teh for life pokoknya.

Nggak lama pesenanku dateng. Sebenernya selain karna deket dan murah aku pilih rumah makan sederhana juga karna aku sendirian, lagi ga sama Biru jadi nggak ada yang bakal nampung makanan aku kalo nggak abis hehe. Kalo makan disini nih, mau porsinya lebih banyakpun tetep aku abisin. Rendang itu terlalu berharga buat dikasihin ke Biru.

"Eh duduk sini aja kali yak. Gila cape banget gua ikut acara nggak jelas gitu, mana nggak ada nasi kotak"

eh, kok kayak kenal sama suaranya?

"Yoi bro, emang deh. Tapi nggak nyangka kita jadi ketemu setelah lama lu ngilang"

lah, ini juga nggak asing. Firasat gue nggak enak nih.

"Lu kali Al yang ngilang. Ngambis kuliah lu?"

"Iyalah ngejar cita-cita yan, emang lu cewe mulu"

wah! nggak salah lagi nih! Tanpa nengok pun aku yakin siapa dua orang yang duduk dibalik pembatas ini. Jadi aku duduk di dekat pintu masuk tempat yang lesehan gitu, sedangkan dua orang ini ada di meja sebrang pembatas yang bukan lesehan.

"Kayak lu nggak cewe aja Al"

"Eh jangan salah gua semenjak putus sama cewe gua 3 tahun lalu nge jomblo nih! Ada lah deket-deket doang tapi nggak ada yang pas"

wait, what? jomblo? 3 tahun?

"Wah awet juga lu nge jomblonya"

"Iya nih, fokus kuliah dulu gua mah"

"Sok ngambis banget dah lu"

Aku mendengar mereka tertawa-tawa. Untuk pertama kalinya aku memilih meninggalkan nasi rendang kesayanganku daripada aku harus mendengarkan percakapan dua orang itu.


Beruntung pintu masuk berlawanan dengan meja dimana mereka duduk, kayaknya aku terlalu malas buat papasan sama mereka.

Aku menghidupkan koneksi internet smartphoneku dan memanggil seseorang.

"Jemput di rumah makan sederhana deket yayasan, nggak pake lama!"



-------------------------------------------------------------------------------------------------------------



Sore hari menjelang petang, aku sudah sampai di salah satu pantai. Tadi aku menelpon Biru dan dia datang selang satu jam kemudian dengan menggerutu. Hih! harusnya aku yang masih marah ya!

Sesaat kemudian dia berhenti menggerutu setelah aku bilang, "Ke pantai, yuk"

Kami sampai disini satu setengah jam kemudian.

Dan, sekarang setelah sampai kita masih duduk terdiam sambil menatap matahari yang masih sedikit tinggi. Masihada sekitar 30 menit lah sampai dia benar-benar tenggelam.

"Jadi gimana tadi wawancaranya?" Biru memulai percakapan kita.

"Lancar"

"Terus kenapa? Udah setengah jam loh diem doang"

Biru ini suka sama pantai, sedangkan aku lebih suka pegunungan. makanya biru tuh tau, setiap aku ngajak ke pantai pasti ada sesuatu.

"Lu marah ke gue, Ja?" Kali ini Biru mulai menghadapkanku untuk menatapnya.

"Tadi gue mampi makan, kan?"

"Itu mah gua tau, Ja. Parah lu nggak ajak-ajak gila"

Aku masi terus menatap lurus ke depan.

"Gue ketemu Al sm Rayan" Ucapku lirih.

"Ha? Ngapain lu ketemu mantan-mantan lu? Apalagi si Rayan itu, sama si Aldi aja lu gamau ketemu kalo cuma berdua pasti selalu harus ada gua."

"ish dengerin dulu bambankk!! Lagian lu tau gue nggak pernah pacaran ya"

"ya mantan-mantan gebetan lu deh, ribet cewe!"

"Mau dengerin nggak lu?"

Biru terdiam dan aku pun bercerita tentang percakapan yang aku dengar.

"Br*ngsek!" umpat Biru setelah mendengar ceritaku.

"Bi, gue bodoh banget ya? Setahun Bi, gue jalin hubungan sama Al sampe harus ngumpet-ngumpet. Ternyata nggak ada artinya ya Bi gue, bodoh banget"

"Sampe ngumpe-ngumpet dari gua lagi!"

"Sorry Bi, gue takut dulu ngrusak persahabatan kita bertiga. Tapi akhirnya gue cerita kan ke lu"

"Lu kapan si putus dari mantan lu itu?"

"Setengah tahun lalu kalau nggak salah"

"Dan dengan entengnya dia bilang ngejomblo 3 tahun? Gitu kan intinya?"

"Iya, Bi. Salah gue kali ya terlalu baper ke dia, anggep dia beneran serius ke gue padahal? Cuma pelarian aja kali ya? hehe"

"Gue udah kasih tau lu dulu, Ja. Kita sama-sama tau gimana sifat dia. Lu juga udah tau siap jatuh hati ya siap patah hati juga. Terus si Rayan bilang apaan sama si Al? Dia kagak tau ya kalo Al juga pernah deket sm lu?"

"Nggak, kan emang daridulu gue sama Al backstreet. Kalo Al mah tau si Rayan pernah deketin gue"

"Awas aja tuh kalo gue ketemu. Dia udah janji sama gua buat jagain lu ya, Ja. Br*ngsek emang!!" Biru menampis pasir pantai dengan muka memerah.

"Bi, gausah. Gue kan pernah bilang daridulu, apapun keadaanya masalah gue sama Al jangan sampe ngaruh ke persahabatan kita. Jangan juga benci ke seseorang cuma karna dia nyakitin gue"

"Lu sahabat gua, Ja. Heran gue sama lu. Selalu aja begitu tiap disakitin sama cowo atau siapapun itu. Sama mantan temen lu yang cewe juga. Kadang ya, Ja. kalo emang lu ngrasa sakit, kecewa itu wajar banget gausah lu tutup-tutupin. Apalagi belain dia, gue tau lu, Ja. Ngomel-ngomel awalnya, tapi terus ntar ngerasa, 'Aduh Bi, kayaknya gue salah deh marah-marah ke dia', 'Aduh Bi, gue kurang ngertiin dia ya?' sekarang, 'jangan benci dia Bi, gue yang salah' Alah, Ja Ja" Biru menatap mataku dengan menirukan beberapa suaraku.

Aku balik menatapnya, "Dia juga sahabat kamu, Bi. Kamu sendiri dulu yang bilang kalo ada apa-apa kamu nggak bisa mihak antara aku atau Al. Disini aku juga akuin kalo aku salah, Bi. Harusnya aku yang bisa cegah biar hubungan aku sama Al nggak lebih dari temen. Aku yang sepenuhnya salah udah terlalu percaya sama dia. Kamu juga tau Bi, aku nggak sebaik itu. Buktinya aku masih suka marah-marah, suka ngomel-ngomel, batu juga kan sampe kalian suka nyerah hehe"

"Idih sok manis aku kamu" Aku memukul lengannya sambil mendelik kearahnya. Lagi serius juga!


Biru tertawa dan aku ikut tertawa dibuatnya. Kami mengalihkan pandang ke arah matahari yang perlahan kembali ke peraduannya. Moment yang selalu kita sukai bertiga, dengan Al, dulu.


"Ja, lu tau nggak kenapa gua suka senja?" Biru bertanya sesaat setelah matahari sepenuhnya menghilang.

"Karna senja itu keindahan yang rela menghilang lalu terlupakan. Gitu kan? Hafal gue lu bilang itu beratus kali ke gue"

"Ada alasan lain, Ja."

"Apaan?"

"Lo, Ja."


----------------------------------------------------------------------------------------------------------------



6 Mei 2020,
@ aisyah miftachul r.









Komentar

Postingan Populer